422150

Bandar Lampung: Novelis religi Habiburrahman El-Shirazy mengatakan, budaya merupakan cara (wasilah) untuk mengamalkan Islam dengan indah.

“Islam masuk ke nusantara dengan budaya yang cantik. Melalui gerakan budaya, Islam dapat berkembang dengan sangat cepat dan pesat di nusantara,” katanya sambil menyebut Indonesia, Malaysia, Brunei, Filipina Selatan, Thailand Selatan, sebagai bagian dari nusantara.Kesempatan wawancara dengan penulis novel fenomenal Ayat-Ayat Cinta dilakukan disela penyelenggaraan AICIS Tahun 2016 di Kampus IAIN Raden Intan Lampung, Rabu (2/11).

Menurut Kang Abik, demikian beliau akrab disapa, para ulama nusantara dahulu sangat sadar akan budaya.

Kang Abik yakin bahwa budaya tidak akan menjadi penghalang bagi pengamalan Islam. Bahkan menurutnya, makin seseorang paham akan Islam, makin pandai ia menyikapi budaya dengan baik.

“Budaya justru menjadi wasilah untuk mengamalkan Islam dengan indah,”, ucapnya.

Menanggapi tema AICIS tahun ini, The Contribution of Indonesian Islam to The World Civilization, Kang Abik menyampaikan apresiasinya, mengingat dilihat dari sisi budaya, Indonesia dengan ‘Indonesian Islam’-nya sangat kaya akan local wisdom yang perlu diperkenalkan ke dunia internasional.

“Saat ini ketika orang bicara tentang ‘dunia timur’, asosiasinya adalah China dan Jepang, atau India. Karena hanya mereka yg punya filsuf-filsuf,” sambung Kang Abik. Padahal menurutnya, banyak ulama-ulama kita melalui manuskrip-manuskripnya yang bernilai filosofis juga tak kalah kelas.

Kang Abik menyebut nama Syeikh Hamzah Fansuri dan muridnya Syeikh Syamsuddin Al-Sumatrani, serta Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, pujangga Islam yang sangat populer di abad 16 dan 17, yang hingga kini namanya masih tercatat sebagai tokoh kaliber besar dalam perkembangan Islam di Nusantara.

“Masalahnya kita pede atau tidak untuk mengangkatnya. Ini sudah siap saji, tinggal dikemas sedikit dalam porsi yang pas,” katanya ketika mengomentari karya-karya pujangga-pujangga besar tersebut yang bernilai sastra tinggi dan sarat akan suasana cinta pada ilahi.

“Mengkonsumsi karya sastra mereka adalah mengkonsumsi Islam Indonesia,” ujarnya.

Penulis novel best seller Ketika Cinta Bertasbih, Dalam Mihrab Cinta, dan Api Tauhid ini, menyetujui momentum AICIS ke 16 agar menjadi momentum untuk menggali ulang akar-akar budaya Indonesia dan Islam Indonesia untuk didiseminasikan di pentas internasional.

Habiburrahman El-Shirazy hadir sebagai speaker pada salah satu forum akademik AICIS yang mengangkat tema “Current Challenges of Indonesia and Malay Islam in the Modern World”, berdampingan dengan Prof. Thomas Lindgren (Swedia), Dr. Kevin Fogg (Oxford University), dan Pengiran Mahani binti Pengiran Haji Ahmad (Brunei Darussalam) bertempat di GSG IAIN Raden Intan Lampung. (kemenag.go.id)