Sayang.. Maukah Kau Terbang Bersamaku

Processed with VSCO with f2 preset

Sayang.. Maukah Kau Terbang Bersamaku

Oleh: Siti Zubaidah (Mahasiswi Muamalah FSH IAIN Raden Intan Lampung)

                                

       Awan membungkus langit kelabu siang ini.

Tampak terasa ingin hujan namun terlihat enggan untuk mengeluarkan setiap tetesnya. Hanya keringat yang membasahi dahi dan setiap tetesnya jatuh menghiasi kerak bumi. Pantas saja hari ini panas sekali, karena langit sedang mendung. Hal tersebut sudah menjadi mitos sejak aku masih kanak-kanak. Entah mengapa semua orang di kampungku selalu berpendapat demikian.

Kurebahkan tubuh yang kian penat di atas kasur. Dengan keadaan sepatu, kaos kaki dan tas masih menempel di tubuhku. Berjalan dari sekolah ke rumah cukup menguras banyak sekali energi dalam tubuhku. Yah jarak antara sekolah dan rumahku cukup jauh. Butuh waktu 30 menit jika berjalan santai. Lelah. Dan mataku mulai terpejam.

  • ●●

       Awan membungkus langit kelabu siang ini.

Tampak terasa ingin hujan namun terlihat enggan untuk mengeluarkan setiap tetesnya. Kulihat jam di tangan. Waktunya makan siang. Aku keluar meninggalkan ruanganku dengan tersenyum kepada setiap karyawan di kantorku. Kubergegas masuk ke dalam mobil dan melaju ke Pondok Gede, sebuah rumah makan yang cukup elit di kota Jakarta. Aku selalu memutuskan untuk menghabiskan waktu makan siangku di Pondok Gede. Dinamakan Pondok Gede karna rumah makan ini cukup luas dan memiliki interior yang sejuk dan alami seperti pondok. Menu yang menjadi favoritku disini adalah Gurame saus  salsa. Siapapun yang pertama kali mencobanya pasti akan langsung ketagihan. Seperti satu bulan yang lalu saat hari ulang tahunku. Aku mengajak semua karyawan di kantorku untuk makan di Pondok Gede. Dan memesan Gurame saus salsa. Alhasil, menu tersebut menjadi favorit kami semua. Setelah aku melahap habis menu pesananku, handphoneku berdering. Ini telpon dari Joni.

            “halo pak.. pekan depan resort kita akan kedatangan tamu istimewa dari New Zealand. Mereka adalah kerabat dari Mark, pelanggan setia resort kita, Stephany dan Michael. Mereka berencana untuk mengadakan riset mengenai tumbuhan di Gunung Rinjani jadi sampai riset mereka selesai, kemungkinan mereka akan tinggal di resort kita.” Jelas joni dengan antusias. Joni adalah seseorang dengan tekad yang kuat. Tak salah aku mengangkatnya sebagai manager di Resort yang aku dirikan 5 tahun silam. Karena kesibukan yang harus aku jalani di Jakarta, aku mempercayakan kepada Joni untuk mengurus Resort di Lombok tersebut.

            “baik jon.. kemungkinan besok setelah meeting selesai, saya langsung melaju ke Lombok. Malam ini saya pesan tiket pesawatnya. Kita harus memberikan sambutan yang meriah untuk mereka. Kita harus membuat kesan pertama yang unforgettable buat mereka.”

            “waahh itu yang saya suka dari bapak.. brilliant..”

Setelah meeting di kantor selesai, aku langsung memesan tiket pesawat menuju Lombok. Kuselesaikan emua tugas untuk menyelesaikan proyek bulan depan. Dan kuberikan mandat kepada sekretarisku untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan kecil yang belum sempat terselesaikan. Aku ingin menghabiskan waktu satu bulan di tanah kelahiranku dengan tenang, Tanah Lombok. Tanpa harus memikirkan pekerjaan. Walaupun banyak sekali yang harus aku urus, hotel bintang 5 di Yogyakarta, beberapa supermarket yang tersebar hampir di seluruh Indonesia, resort di Lombok dan juga akan membuka cabang di Bali dan perusahaan Iconic di Jakarta. Walaupun demikian, aku sangat menikmati segala apa yang aku punya. Bersyukur. Tanpa ada rasa tertekan, penat juga bosan.

Sebelum aku meluncur ke Lombok, kuputuskan untuk mampir di pusat perbelanjaan di Jakarta untuk memberikan hadiah pada Ibu. Aku membelikannya sebuah mesin jahit portable. Karena aku tau ibu memiliki hobi menjahit sejak aku kecil dan hobi tersebut mulai dilupakan sejak ibuku juga terlibat mengurus resort di Lombok.

Aku tiba di Bandara pukul 5 sore. Sempurna sekali. Perjalanan dari bandara ke resort membutuhkan waktu setengah jam. Dan itu artinya setibanya di resort aku akan menikmati senja. Kulihat di depan bandara sudah ada Joni. Ia menjemputku dengan motor gede yang kumiliki di Resort. Tanpa pikir panjang kuberlari bergegas memeluknya dan mengambil alih posisinya. Aku yang menyetir. Dan motor gede itu melaju pesat.

“wah bos kau ini masih saja lihai. Saya yakin, Valentino Rossi saja jika disandingkan dengan kau ini pastilah dia kalah.”

“sudahlah kau ini diam jon jangan menggodaku ayo pegangan yang kencang.”

Joni kembali menyeringai.

Tepat pukul 17.30 aku sampai di Resort. Aku langsung berlari ke tepian pantai. Tanpa memikirkan Joni dan juga ibuku. Langit memerah. Burung-burung terbang membentuk formasi yang indah. Saatnya kembali ke sarang. Angin bertiup memainkan anak rambut. Ombak bergulung-gulung menyisakan buih-buih pada pasir pantai yang halus. Ahh aku selalu suka dengan keadaan seperti ini. Keadaan yang selalu memesona mataku juga hatiku.

“Damarr..” ibu memanggilku dari kejauhan. Tepat di depan Resort.

“iya ibuuu i’m coming

Kuhabiskan hari-hariku di Resort bersama Ibu dan karyawan-karyawan lain. Kami sibuk mempersiapkan acara penyambutan untuk  kedatangan Stephany dan Michael. Dan tentunya setiap senja aku selalu setia duduk di tepian pantai untuk menikmati keindahan yang tak ternilai tersebut.

Pada senja ke sepuluh sejak aku berada di resort ini. Aku merasa ada yang beda. Kumencari-cari apa yang sesungguhnya berbeda. Langit memerah sama saja seperti biasanya tapi tetap terlihat indah. Begitupun juga ombak yang bergulung-gulung hingga menyisakan buih di pasir pantai. Angin tetaplah sama seperti biasanya tiada bosan memainkan anak rambutku. Lalu apa yang berbeda ?

Kuperhatikan dari kejauhan. Dan nampak sekali perbedaannya. Ya, burung-burung yang terbang dengan anggunnya membentuk formasi yang indah itu tidak pergi ke sarang. Melainkan mendekatiku. Terlihat puluhan burung yang terbang bahkan ratusan atau bisa jadi ribuan karna banyaknya hingga tak kulihat sepersatuannya. Banyak sekali. Aku berdecak kagum melihat pemandangan yang tak biasa ini. Burung-burungnya pun memiliki warna yang aneh. Tak seperti biasanya. Kuning, biru dan hijau. Yah, semacam warna love bird.

Burung itu semakin dekat dan semakin dekat. Aku bingung apakah harus lari atau menikmati pemandangan aneh ini. Burung-burung itu semakin dekat dan terbang  mendekat ke samping kananku membentuk sebuah gulungan yang tinggi mungkin saking tingginya hingga mencapai langit seperti angin topan raksasa. Selama kurang lebih 10 detik, burung-burung tersebut berubah menjadi seorang gadis yang amat sangat cantik. Matanya. Wajahnya. Dan segala apapun yang ada padanya terlihat sangat sempurna. Senyumnya menawarkan keteduhan.

Aku hanya menganga melihat seorang gadis cantik tersebut yang seolah bagai bidadari yang turun dari langit. Gadis itu tersenyum dan tersipu malu melihatku yang terus memandangnya tanpa kedipan mata sejak 10 detik yang lalu.

“si..siapa kau ? bagaimana bisa kau ada disini ?” tanyaku deagan suara gagap dan jantung berdebar yang kian kencang.

“sayang, maukah kau terbang bersamaku ?” suaranya lembut bagaikan kain sutra. Gadis ini benar-benar sempurna.

“ta.. tapi siapa kau ? terbang ? maksudku bagaimana bisa kita terbang ? kita akan kemana? Sayang ? kau panggil aku sayang ?”

“namaku cikaleta, sayang.. maukah kau terbang bersamaku?”

Hanya itu yang keluar dari mulutnya tanpa memperhatikan beribu pertanyaan yang mengganggu pikiranku.

“sayang.. maukah kau terbang bersamaku?” ia terus menanyakan hal yang sama hingga membuatku enggak menolak permintaan gadis sempurna seperti dirinya.

Kami lalu berdiri. Tinggiku dan tingginya hampir sejajar. Selisih kurang lebih 5 cm dariku.  Cikaleta langsung mengelurkan sayapnya yang indah. Lebih indah dari sayap  burung merak. Dan tangannya yang lembut nan halus meraih lenganku.

Dari kejauhan terdengar suara yang memanggil namaku. Namun pesona Cikaleta mengalihkan perhatianku. Ia langsung membawaku terbang bersama ribuan burung lainnya. Indah sekali melihat seluruh alam semesta dari atas sini. Aku diselimuti jingga merah. Dengan perasaan bahagia dan cinta.

Bukannya tambah menjauh, suara itu terasa semakin dekat di telinga. Suara yang memanggil namaku. Cikaleta kini memegang lenganku sangat erat dan semakin erat.

“cikaleta apa yang kau lakukan lepaskan aku”

Cikaleta sedikitpun tak menoleh. Ia terus  memegang lenganku semakin kencang. Dan suara itu.. suara itu  jelas di telinga.

“DAMAAAAAAR Banguuuuuun”

“kau besok masih memakai seragam ini kan ?? cepat gantung dan taruh tas sepatumu ditempatnya. Kau ini malah tidur. Bukannya sholat dulu makan dulu.”

“DAMAARRR…..” teriak  Ibu saat membangunkanku sambil memegang lenganku dengan keras.

“awas yaa kalau besok seperti ini lagi. Pulang sekolah bukannya salim dulu sama ibu, ganti baju, solat, makan eh ini malah geletak aja di kasur” ibuku terus saja mengomel tiada henti.

“iya bu..” jawabku menggerutu.

aaahh ternyata semua ini hanya mimpi.

  • ●●

About admin

Check Also

Dr. Efa Rodiah Nur, MH: Workshop Fakultas Syariah Lahirkan Dokumen Kurikulum OBE-MBKM

Bandar Lampung: Workshop Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung akan melahirkan dokumen kurikulum berbasis …