Perlunya Itikad Baik Pemerintah dalam Menegakkan Demokrasi di Indonesia: Tolak Ukur Indeks Keselamatan Jurnalis 2024
Inda Dzil Arsyi Makiin dan Thyrafi Amelia
Mahasiswa UIN Raden Intan Lampung
Indonesia memiliki kerangka hukum yang bertujuan untuk memastikan negara menjamin keamanan dan keselamatan warganya. Melalui instrumen hukum tertinggi yaitu UUD 1945 (Lihat Pasal 1 Ayat (2 dan 3)) ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat (demokrasi). Dalam negara demokrasi, rakyat diberi kebebasan dalam banyak hal, seperti kebebasan berpendapat, berkumpul, berserikat, maupun kebebasan lainnya. Pengawasan dan penerapan terhadap kebebasan tersebut tidak pernah luput dari peran pers dan jurnalis, sebagaimana dikatakan oleh Najwa Shihab “Jurnalisme bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga mengawal demokrasi. Tugas jurnalis adalah menjaga agar kekuasaan tidak semena-mena.”
Melihat laporan Indeks Keselamatan Jurnalis (IKJ) 2024 yang dikeluarkan oleh Yayasan Tifa bersama Populix, tercatat bahwa jurnalis di Indonesia berada dalam kategori “Agak Terlindungi”. Kategori ini sejatinya masih belum bisa menginterpretasikan adanya perlindungan pers yang baik di Tanah Air. Karena, masih terdapat beberapa tantangan dan masalah yang dihadapi oleh jurnalis pada saat melakukan tugasnya, seperti ancaman, intimidasi, kekerasan fisik, serangan digital, hingga tekanan ekonomi.
Berdasarkan laporan IKJ 2024, terlihat bahwa skor IKJ 2024 sedikit mengalami peningkatan sebesar 0,7 poin dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2023 skor IKJ berada pada 59,8 dan 2024 ini berada pada skor 60,5. Terdapat 3 pilar utama yang menjadi indikator penilaian untuk mengukur tingkat perlindungan jurnalis di Indonesia, yaitu Individu Jurnalis, Stakeholder Media, serta Peran Negara dan Regulasi. Dari ketiga pilar tersebut, Pilar Individu jurnalis mendapatkan skor terendah (56,48), sedangkan skor tertinggi diperoleh dari Pilar Stakeholder Media (73,32), dan posisi menengah adalah skor Pilar Negara dan Regulasi (64,39).
Kurangnya Pengetahuan Jurnalis terhadap Risiko yang Dihadapi Dapat Berpotensi pada Meningkatnya Pengalaman Kekerasan Jurnalis
Melihat lebih dalam pilar yang mendapatkan skor paling rendah pada laporan IKJ 2024, yaitu Pilar Individu Jurnalis disampaikan bahwa catatan skor dilihat berdasarkan dua indikator. Pertama melalui indikator pengalaman kekerasan jurnalis dan kedua melalui indikator pengetahuan jurnalis soal kekerasan yang dihadapinya. Dalam laporan tersebut, tercatat skor indikator pengetahuan jurnalis soal kekerasan mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu menurun sebesar 12,85 poin atau berada pada skor 57,66. Padahal, pada 2023 skor indikator tersebut berada pada kategori skor yang lumayan tinggi yaitu 70,52.
Terjadinya penurunan skor indikator pengetahuan jurnalis soal kekerasan dapat diakibatkan oleh banyak faktor. Namun, apabila dikaitkan dengan hasil survey dalam laporan IKJ 2024 berkaitan dengan Pilar Stakeholder Media, maka intensitas sosialisasi Standar Operasional Prosedur (SOP)/Mekanisme Tertulis memiliki peran yang cukup berpengaruh terhadap penurunan skor indikator pengetahuan jurnalis soal kekerasan.
Pada survey yang diambil dari 760 responden tersebut, tercatat bahwa pada 2024 sebanyak 42% responden mengatakan perusahaan media tidak pernah memberikan sosialisasi (SOP)/mekanisme tertulis kepada para jurnalisnya. Sebanyak 41% responden mengatakan pernah mendapat sosialisasi sebanyak 2-3 kali dalam satu tahun, sedangkan hanya 2% dari responden yang mendapat sosialisasi (SOP)/mekanisme tertulis sebanyak lebih dari 12 kali dalam satu tahun.
Rendahnya tingkat sosialisasi yang dilakukan oleh pihak media berpengaruh besar terhadap rendah dan tingginya pengetahuan jurnalis soal kekerasan yang mungkin dapat terjadi padanya. Pengaruh dari rendahnya pengetahuan dapat mengakibatkan tingginya pengalaman kekerasan yang dialami oleh para jurnalis.
Pentingnya Peran Negara dalam Menjaga dan Menjamin Keselamatan Jurnalis untuk Menegakkan Demokrasi di Indonesia
Pemerintah sebagai penyelenggara negara memiliki peran besar dalam menjaga dan menjamin keselamatan jurnalis. Jurnalis yang merupakan aktor pers memiliki peran vital dalam penegakkan demokrasi. Sebagaimana disampaikan oleh Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, “bahwa pers sebagai fourth estate of democracy (pilar keempat demokrasi)”. Maka, terjaga dan terjaminnya keselamatan jurnalis berpengaruh terhadap nilai kebebasan pers di Indonesia.
Pers sebagai penyelenggara jurnalistik berfungsi sebagai penyedia informasi bagi publik, pengawas independen atas kekuasaan, serta penjaga akuntabilitas negara. Berkaitan dengan pentingnya fungsi jurnalis, Noudhy Valdryno selaku Deputi II Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan menyampaikan pentingnya peran negara dalam menjamin keselamatan jurnalis. Noudhy mengatakan, jika kebebasan pers ini terus diusik, tentu akan menjadi masalah serius dalam demokrasi yang mengancam kesehatan sistem demokratis dan kesejahteraan masyarakat.
Jika melihat laporan IKJ 2024, untuk menilai keberadaan peran negara dapat dilihat dari pilar ketiga IKJ, yaitu “Pilar Negara dan Regulasi”. Dari hasil laporannya, Pilar Negara dan Regulasi masih termasuk dalam kategori menengah, yaitu 64,6. Skor tersebut sebenarnya masih tergolong rendah yang dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti adanya kekerasan yang dilakukan polisi dan pejabat pemerintah, sampai adanya regulasi yang masih membatasi kebebasan pers dan berpotensi mengkriminalisasi jurnalis.
Kasus Kekerasan oleh Polisi, Pembatasan Kebebasan Pers, Sampai Kriminalisasi terhadap Jurnalis

Pada laporan IKJ 2024 terdapat wawancara terhadap jurnalis dari media Tempo berinisial “H” yang pernah mendapat kekerasan oleh polisi saat meliput aksi Demonstrasi RUU PIlkada 2024 di Jakarta. Kekerasan yang didapat oleh jurnalis “H” dari Tempo berupa perintah penghapusan video liputan sampai pemukulan di bagian kepala.
Selain jurnalis “H”, berdasarkan laporan dari Komite Keselamatan Jurnalis, pada aksi demonstrasi yang sama terdapat 11 orang jurnalis di Jakarta telah menjadi korban kekerasan aparat. Kekerasan terjadi dalam beberapa bentuk, seperti; intimidasi; ancaman pembunuhan; kekerasan psikis; sampai kekerasan fisik yang mengakibatkan luka-luka berat.
Dalam mengukur peran negara pada penghitungan IKJ, kekerasan bukanlah satu-satunya aspek yang dinilai. Pada “Pilar Negara dan Regulasi”, Indikator Regulasi juga menjadi tolak ukur dalam penghitungan IKJ. Fakta yang terjadi di lapangan, para jurnalis merasa regulasi di Indonesia masih belum menjamin keselamatan mereka. Hal ini dibuktikan dengan pernah terjadinya penjeratan terhadap 112 jurnalis terhadap UU Negara, seperti terjerat UU Pers, UU ITE, dan beberapa UU lainnya (Laporan Survei IKJ 2024).
Perlunya Itikad Baik Pemerintah dalam Menjaga dan Menjamin Keselamatan Jurnalis
Melihat masih maraknya kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis, masih adanya pembatasan kebebasan pers, serta adanya potensi kriminalisasi akibat regulasi yang ada. Maka, hal ini mencerminkan bahwa sangat diperlukan itikad baik pemerintah dalam mengatasi masalah-masalah yang ada. Terdapat itikad baik dari pemerintah yang disampaikan melalui Deputi II Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan, Noudhy Valdryno.
Dalam pernyataanya, Noudhy menyadari bahwa dibutuhkan peran pemerintah dalam merevisi regulasi yang membatasi kebebasan pers dan memperkuat mekanisme perlindungan hukum bagi jurnalis. Selanjutnya ia menambahkan perlu adanya juga kolaborasi dengan Institusi Hukum dan HAM, dewan pers, dan Lembaga hukum lainnya guna memastikan jurnalis mendapatkan perlindungan yang lebih baik, serta dapat terciptanya lingkungan pers yang sehat dan kondusif.
Selain pernyataan dari pemerintah, Mahkamah Konstitusi yang termasuk ke dalam penegak hukum juga telah menunjukan itikad baiknya, yaitu dengan mengeluarkan putusan yang memberikan udara segar bagi para jurnalis. Dalam salah satu putusannya, yaitu Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024 disampaikan bahwa pada Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU ITE yang berkaitan dengan menyerang kehormatan dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan berimplikasi pasal tersebut tidak berlaku untuk penyerangan nama pemerintah, institusi, maupun korporasi.
Hadirnya Putusan MK dan pernyataan dari Noudhy Valdryno menjadi gerbang baru bagi para jurnalis untuk lebih tenang dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Peran dan tugas jurnalis dalam mengawal dan mengawasi demokrasi bisa lebih bebas dan objektif. Kebebasan dan objektivitas dari informasi yang disampaikan jurnalis dapat membantu Indonesia dalam menegakkan pilar demokrasi.
Sumber:
Agustine, Angela. “Najwa Shihab: Jurnalisme Sebagai Kekuatan Kontrol Sosial.” Kompasiana.com, 2025. https://www.kompasiana.com/angelaaugustine/68181e6aed641505c576c5e2/najwa-shihab-jurnalisme-sebagai-kekuatan-kontrol-sosial.
Humas Amnesty International. “Komite Keselamatan Jurnalis Kecam Kekerasan Polisi Terhadap Jurnalis Saat Aksi Penolakan RUU Pilkada 2024.” Amnesty.id, 2024. https://www.amnesty.id/kabar-terbaru/siaran-pers/komite-keselamatan-jurnalis-kecam-kekerasan-polisi-terhadap-jurnalis-saat-aksi-penolakan-ruu-pilkada-2024/08/2024/.
Humas Mahkamah Konstitusi. “Pers Sebagai Pilar Keempat Demokrasi.” Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2008. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=2307&menu=2#:~:text=Jimly juga menambahkan%2C pers sebagai,eksekutif%2C legislatif%2C dan yudikatif.
Pujianti, Sri. “MK Mempertegas Pemaknaan Unsur-Unsur Pencemaran Nama Baik Dalam UU ITE.” Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2025. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=23133.
Republik Indonesia. “Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” 2000. https://www.mkri.id/index.php?page=web.PeraturanPIH&id=1&menu=6&status=1.
Yayasan Tifa. “Laporan Indeks Keselamatan Jurnalis 2024,” 2024. https://www.tifafoundation.id/buku/laporan-indeks-buku/laporan-indeks-keselamatan-jurnalis-2024/.
———. Peluncuran Indeks Keselamatan Jurnalis 2023. Jakarta, 2025. https://www.youtube.com/live/vdMI3aejNhU.