GMS

Bandar Lampung: “Strategi people power saat ini sangat ampuh sebagai alat politik dalam menggiring sebuah opini dan wacana sebagai pembenar sebuah kejadian,” demikian ungkap Abdul Qodir Zaelani, SHI., M.A., dalam acara kajian Ramadhan yang dilaksanakan UKM-F Gemais pada Rabu (22/06).

Beliau menjelaskan bahwa people power kini menjadi stategi baru dalam berpolitik. People power yang digunakan melalui media baik media resmi, organisasi, maupun pribadi. Tujuan utamanya adalah menggiring sebuah peristiwa menjadi wacana publik, pada akhirnya bisa menjadi sebuah pertimbangan kebijakan yang diambil pemerintah.

“Saat ini segala opini bebas masuk ke dalam media baik media massa, elektronik maupun sosial. Media inilah yang dijadikan alat politik menggiring sebuah opini. Pengerahan massa dengan people power mampu menjadi pertimbangan pemikiran pemimpin dalam memutuskan sebuah persoalan. Contoh konkritnya baru-baru ini adalah wacana pencabutan perda yang beraroma syari’ah.  Penggiringan wacana ini disebabkan satu persoalan pelanggaran perda yang dilakukan warung makan bu Saenia di Serang, Banten. Media begitu fokus membicarakan persoalan ini, bahkan bantuan di atas seratus juta menjadi kekuatan mencari dukungan masyarakat yang kerap banyak menghiasai media. Media ingin menyampaikan pesan bahwa pemerintah daerah telah salah melakukan tindakan. Pemerintah daerah dianggap membuat aturan daerah tidak toleran kepada rakyatnya. Bahkan penggiringan opini ini, di luar negeri dijadikan headline dengan tema “Ramadhan Raid” yang sedang terjadi di Indonesia”, jelasnya.

Narasumber juga menjelaskan secara detail contoh konkrit lainnya dimana people power telah menjadi konsumsi publik terutama di media sosial. Terkadang sulit sekali membedakan mana berita yang objektif, mana berita yang hoak. Dibutuhkan ketelitian melalui proses tabayun atau kroscek sebuah berita.

“Karena itu, sebagai mahasiswa, sejatinya tidak mudah percaya dengan berita yang hilir mudik menghiasai media. Terkadang berita yang ditampilkan media, memiliki muatan politis. Tanpa sadar, kita telah digiring sebuah opini yang pada dasarnya tidak benar menjadi benar. Dan terkadang media menjadi alat pembenar sebuah peristiwa. Intinya, tidak menelan mentah-mentah apa yang disajikan media. Bisa jadi pesan media salah satunya ingin memutarbalikkan logika. Jika ini terjadi, logika kita bisa jadi menjadi terbalik”, pesannya diselingi senyum manis yang khas. (Siti Zubaidah)