13901936_1043413669039189_911309368_o

 Jakarta: Indonesia termasuk Negara yang masih lemah dan belum begitu peduli terhadap hak paten sebuah pengetahuan. Berdasarkan data tahun 2011, hak paten Indonesia masih di bawah beberapa Negara di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Singapura hak paten dalam negeri sebanyak 1.056 dan luar negeri sebanyak 661. Malaysia hak paten dalam negeri sebanyak 1.136 dan luar negeri sebanyak 263. Thailand hak patennya sebanyak 2.161 dan luar negeri sebanyak 67. Sementara Indonesia hak paten dalam negeri sebanyak 777 dan luar negeri sebanyak 13.

“Penelitian kita masih senang melangit belum masuk pada alam kehidupan yang lebih nyata di dunia agar bermanfaat untuk kemajuan bangsa dan umat manusia. Sudah saatnya, pengembangan ilmu pengetahuan berorientasi pada desain peradaban, new discovery, dan new technology. Mendesain peradaban bisa melalui penelitian yang kemudian diaplikasikan kepada mahasiswa agar lebih eksperimental. New discovery bisa melalui pengembangan ilmu pengetahuan yang nantinya akan menjadi rujukan bagi orang lain. Dalam hal ini diperlukan penelitian-penelitian eksperimental yang menghasilkan sesuatu yang baru. Sementara new technology dilakukan melalui inovasi dan pengembangan teknologi tepat guna yang bisa dipakai oleh umat manusia”, ujar Prof. Dr. Dede Rosyada, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta saat menyampaikan materi pada acara Diklat Teknis Substantif Keagamaan Angkatan III untuk Peneliti/Dosen (Diklat Penelitian) di Jakarta, Selasa (2/8).

“Ilmu itu perlu dikomersialisasi, kalau tidak, kita akan merugi: hasil penelitian yang telah kita hasilkan akan diambil oleh orang lain. Bentuk komersialisasi ilmu pengetahuan berupa hak paten.  Hak patennya bisa berupa instrumental yang bisa dipakai oleh orang lain yang bersifat teknikal, atau teknologi tepat guna yang bisa digunakan oleh orang lain. Jika ilmu sudah dipatenkan, instrumental dan teknologi yang telah kita hasilkan akan mendapatkan royalty sekian rupiah dari sesuatu yang dihasilkannya”, tambah Rektor UIN Syarif Hidayatullah.

“Sudah saatnya wacana yang melangit diinstrumentalisasikan dan dijadikan sebuah teknologi. Pengetahuan harus mengarah pada down to eart. Karena itu, di kampus kami, UIN Syarif Hidayatullah, akan diarahkan menuju research university. Dosen hanya mengajar 3 SKS. Sisanya akan diarahkan untuk penelitian dan pengabdian. Rencananya, akan ada 30 hak paten baru di UIN Syarif Hidayatullah. Begitupun anggarannya akan dinaikkan menjadi 30 milyar”, pungkas Prof. Dr. Dede Rosyada. (Abdul Qodir Zaelani)