PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG PERMINTAAN ORANG TUA TERHADAP UANG JUJUR YANG TINGGI BAGI WANITA KARIR
(STUDI DI DESA PANARAGAN KECAMATAN TULANG BAWANG TENGAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT
Secara normatif yuridis, perkawinan akan tercapai jika sejak proses awal dilaksanakan selaras dengan ketentuan agama. Salah satu proses yang dilalui adalah peminangan atau khitbah. Khitbah secara terminologi adalah pernyataan atau permintaan dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk mengawininya, baik dilakukan oleh laki-laki itu secara langsung atau dengan perantara pihak yang dipercayainya sesuai dengan ketentuan agama. Faktanya, terdapat pada masyarakat Indonesia, dalam berkhitbah lebih cenderung mengutamakan hukum adat perkawinan yang berlaku di daerahnya masing-masing di bandingkan dengan ketentuan hukum Islam, seperti pada masyarakat Lampung Pepadun di Tiyuh Panaragan.
Masyarakat suku Lampung Pepadun menganut prinsip garis keturunan bapak (patrilineal), di mana anak laki-laki tertua dari keturunan tertua (penyimbang) memegang kekuasaan adat. Setiap anak laki-laki tertua adalah penyimbang, yaitu anak yang mewarisi kepemimpinan ayah sebagai kepala keluarga atau kepala kerabat seketurunan. Hal ini tercermin dalam sistem dan bentuk perkawinan adat serta upacara-upacara adat yang berlaku, khususnya masyarakat Panaragan yang beradat Pepadun menganut bentuk perkawinan jujur. Saat peminangan, pihak keluarga perempuan mengajukan permintaan uang jujur sebagai syarat yang menentukan dapat diterima atau ditolaknya lamaran dari pihak keluarga laki-laki. Apabila antara pihak kerabat laki-laki dan kerabat perempuan menghasilkan kesepakatan, maka perkawinan pun dapat terlaksana. Namun sebaliknya, jika jumlah nilai uang jujur yang dimintakan tidak dapat dipenuhi pihak keluarga laki-laki dalam masa pertunangan, sebagai konsekuensinya putus tali pertunangan.
Pemberian uang jujur dilakukan oleh pihak kerabat (marga, suku) calon suami kepada pihak kerabat calon istri, sebagai tanda pengganti pelepasan mempelai perempuan keluar dari kewargaan adat persekutuan hukum bapaknya, pindah dan masuk ke dalam persekutuan hukum suaminya. Uang jujur adalah kewajiban adat ketika dilakukan pelamaran yang harus dipenuhi oleh kerabat laki-laki kepada kerabat perempuan untuk dibagikan pada tua-tua kerabat (marga/suku) pihak perempuan. Permintaan uang jujur tersebut akan digunakan untuk membeli kekurangan alat perlengkapan calon mempelai perempuan untuk pergi bersama suami, membeli sesan (barang-barang bawaan), dan biaya upacara keberangkatan atau pelepasan perempuan dari rumah orang tuanya atau kerabatnya, yang biasa disebut dengan ittar.
Fakta di lapangan ditemukan bahwa nilai uang jujur yang diminta pihak keluarga perempuan bernilai tinggi hingga mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Besarnya uang jujur (seroh) tergantung pada nilai martabat kekerabatan perempuan. Daerah Lampung Panaragan, nilai jujur (seroh) terdiri dari tiga tingkatan yaitu bernilai 24, 12 dan 6. Masyarakat yang beradat Pepadun pada masa sekarang ini kebanyakan yang dipakai bernilai 24. Nilai 24 tersebut tergantung persetujuan kedua belah pihak, apakah bernilai Rp. 2.400,- atau bahkan bisa bernilai Rp. 24.000.000,-. Dewasa ini nilai uang jujur (seroh) yang biasa diminta oleh orang tua (keluarga) perempuan yang dilamar bisa mencapai lebih dari Rp. 24.000.000,- bahkan bisa melebihi seratus juta rupiah, bergantung hasil musyawarah antara pihak keluarga perempuan dengan pihak keluarga laki-laki.
Berdasarkan fakta lapangan tersebut, muncul beberapa persoalan. Pertama, bagaimanakah kedudukan dan tujuan uang jujur menurut hukum adat pada masyarakat Lampung di Desa Panaragan Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat?. Kedua, faktor-faktor apa yang menjadi latar belakang adanya permintaan uang jujur yang tinggi bagi wanita karir?. Ketiga, bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap kedudukan, tujuan, dan permintaan uang jujur yang tinggi bagi wanita karir pada masyarakat Desa Panaragan Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat?.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa kedudukan uang jujur menurut hukum adat pada masyarakat Lampung di Desa Panaragan Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat merupakan ketentuan hukum adat bahwa dengan diterimanya uang jujur oleh pihak wanita, berarti telah berlangsungnya perkawinan wanita yang mengalihkan kedudukannya ke kekerabatan suami sepenuhnya, melepaskan kedudukan wanita dari kekuasaan kerabatnya dan beralih masuk dalam kekuasaan kerabat pria. Sedangkan tujuan adanya uang jujur adalah sebagai simbol bahwa laki-laki tersebut dapat menjamin kehidupan berkeluarga yang harmonis dan sejahtera.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi adanya permintaan uang jujur yang tinggi. Faktor tersebut adalah tingkat ekonomi, pendidikan, pekerjaan, nilai barang, dan status sosial. Walaupun pada dasarnya uang jujur dan mahar berbeda dalam segi penerapan hukumnya, tetapi sama-sama memiliki kedudukan, tujuan yang hampir sama yaitu sama-sama digunakan untuk melindungi, menghargai, dan mengangkat derajat perempuan yang akan dinikahi.
Islam memandang bahwa tradisi atau adat sebagai suatu hal yang dapat ditolerir sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan Hukum Islam dan perundang-undangan yang berlaku, serta tidak berkaitan dengan kepercayaan yang menjerumuskan kepada kemusyrikan. Tradisi yang baik dan memberikan kemaslahatan umat dapat dijadikan landasan hukum. Sebagaimana dalam kaidah fikhiyah:
العادة محكمة
“Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum.”
Kaidah ini memberikan pemahaman bahwa apabila sebuah adat telah dapat diterima oleh masyarakat yang bertujuan untuk mencapai kemaslahatan dan menolak kemudaratan maka adat tersebut dapat dibenarkan oleh agama. Adanya tradisi uang jujur yang tinggi pada masyarakat Papadun secara filosofis sebenarnya tidak serta-merta menyusahkan pihak laki-laki, tetapi praktik uang jujur tersebut untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan ketika telah menjadi sepasang suami istri yang sah. Adanya kesepakatan dan musyawarah memberikan uang jujur dari kedua belah pihak merupakan bagian dari prinsip saling rela dan ridha terhadap keputusan yang diambil yang merupakan bagian terpenting dalam ajaran agama Islam.
Profil
Febrimayanti dilahirkan di Panaragan Jaya, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Provinsi Lampung, pada tanggal 13 Februari 1994, anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Zumri Rusmi dan Ibu Maryamah, S.Pd. Adapun riwayat pendidikan penulis, sebagai berikut:
- SD Negeri 4 Panaragan Jaya, lulus tahun 2006
- SMPN 2 Tulang Bawang Tengah, lulus tahun 2009
- SMAN 1 Tumijajar, lulus tahun 2012
Pada tahun yang sama yaitu 2012 melanjutkan pendidikan kejenjang lebih pendidikan tinggi, pada IAIN Raden Intan Lampung, mengambil Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah pada Fakultas Syari’ah dan Hukum dengan predikat Lulusan Terbaik, Tercepat, Termuda, Terbaik Skripsi.
Penulis | : | Febrimayanti, SHI |
Editor | : | Abdul Qodir Zaelani |