Bandar lampung: “Penentuan Awal bulan hijriah sering menimbukan polemik ataupun perdebatan di kalangan umat Islam, dikarenakan mereka memiliki penafsiran sendiri dalam memahami hadits-hadits ataupun perbedaan pendapat dalam penentuan hisab dan rukyat. Adanya perbedaan pendapat di setiap golongan dikarenakan adanya perbedaan metode ataupun sistem dalam penentuannya. Selain itu juga, disebabkan adanya perbedaan Mathla,” Ungkap Meri Fitriyanti pada saat mempresentasikan skripsinya yang berjudul Pendapat Empat Mazhab Tentang Mathla dalam Penentuan Awal Bulan Hijriah Perspektif Astonomi. Kamis, 12 April 2017.
Mahasiswi dengan predikat Skripsi Terbaik Fakultas Syari’ah dan Hukum Periode Pertama Tahun 2017 ini menegaskan bahwa adanya perbedaan Mathla disebabkan perbedaan pedoman Mathla yang dipakai baik itu Mathla Approach Global, Mathla Approach Pasial/local dan ada pula yang berpedoman pada Mathla Dirayatul Hukmi. Mengenai persoalan Mathla ini juga terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama khususnya empat Mazhab yakni Mazhab Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’I.
“Pendapat empat mazhab tentang mathla dalam penentuan awal bulan hijriah terbagi menjadi dua yaitu adanya pendapat yang pertama adalah pendapat Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hambali yang menyatakan adanya Itihatul Mathla atau Mathla Approach Global, dan endapat kedua adalah pendapat mazhab Syafi’I yang mana pendapat mazhab Syafi’I yaitu menghendaki adanya Ikhtilaful Mathla atau Mathla Approach Pasial/local,” papar Meri.
Mathla Approch Global digunakan pendekatan apabila suatu wilayah Negara Islam telah berhasil menentukan Rukyatul Hilal maka wilayah Negara Islam yang lain harus mengikuti penetapan Rukyatul Hilal dari Negara tersebut. Sedangkan Mathla Approach Pasial/local, maksudnya apabila suatu wilayah telah berhasil menentukan Rukyatul Hilal maka wilayah yang berdekatan dengan wilayah penetapan Rukyatul Hilal tersebut harus mengikuti wilayah berhasilnya ditetapkan Rukyatul Hilal.
“Perbedaan pendapat ini harus diatasi secara astronomi, mathla dalam perspektif astronomi tidak seharusnya menggunakan satu mathla untuk satu dunia, disebabkan beberapa faktor diantaranya dalam sistem penetapan tanggal hirjiah dikenal adanya garis tanggal Islam internasional atau dikenak dengan Islamic Internasional Deadline yang mana garis ini tidak memperhitungkan faktor jarak suatu tempat dengan yang lain. Kemudian dikarenakan bumi ini berbentik bulat, apabila di suatu bagian bumi sedang terjadi siang makan di bagian belahan bumi lain terjadi malam sehingga tidak dapat dikatakan semua wilayah bumi memiliki jam yang sama. Selanjutnya apabila dikaitkan dengan observasi Rukyatul Hilal maka keberhasilan Rukyatul Hilal tidak bisa disamakan antara satu daerah dengan daerah lainnya karena adanya perbedaan garis lintang, perbedaan garis bujur dan ketinggian observasi Rukyatul Hilal,” jelas Mahasiswi jurusan Ahwalu Syakhsyiyah ini.
Dalam Agenda Seleksi Skripsi Terbaik yang dilakanakan beberapa waktu lalu Dr. KH. Khairuddin Tahmid, M.H. mengatakan bahwa skripsi karya Meri Fitriyanti ini telah diuji public di berbagai media oleh para alhi dan telah diuji oleh beberapa pesentren, dan dinyatakan skripsi ini memang luar biasa. Perpaduan antara hukum Islam dan astromoni yang dikaji dari berbagai literatur ini menjadi tema unik yang membawa Meri untuk melakukan orasi ilmiah pada acara Yudisium Fakultas Syari’ah dan Hukum Periode Pertama yang akan dilaksanakan Besok, 18 April 2017. (Nur Fatmawati Anwar)