01478071943sumanto

Bandar Lampung: Perhelatan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2016 memasuki hari kedua. Sebagaimana dijadwalkan, pagi hari dimulai dengan Keynote Speech. Hadir sebagai pembicara pada sesi ini Prof. Sumanto Al-Qurtubi, Ph.D (King Fahd University of Petroleum and Minerals, Saudi Arabia).

Acara yang dimoderatori oleh Prof. Masdar Hilmy ini mengambil tema besar AICIS yaitu kontribusi Islam Indonesia terhadap peradaban Islam dunia. Dalam konteks ini, Sumanto melihat bahwa kontribusi Islam Indonesia terhadap pemikiran Islam dunia menjadi transmisi epistimologis yang membanggakan . Sumbangsih para pemikir Islam (Islamic scholars) dalam khazanah intelektual keislaman begitu terasa di Timur Tengah. “Tokoh-tokh seperti Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani, Ahmad Khatib al-Minagkawabawi, Mahfudz at-Turmusi, Yasin al-Fadani, Zainudin al-Bawaeni, adalah deretan pemikir Islam yang kontribusinya tidak bisa diragukan lagi”, kata Sumanto.

Namun, saat ini kondisinya terbalik. Sebagai negara yang penduduknya mayoritas Muslim, Indonesia belum sepenuhnya berhasil memasarkan Islam Indonesia di kancah global. “Dunia tidak mengenal Indonesia sebagai Negara muslim terbesar. Reputasi kita kalah dengan negara-negara seperti Mesir, Turki, Afghanistan dan India. Lalu, dimana besarnya Islam Indonesia?”, demikian Sumanto memancing para peserta AICIS di gedung GSG IAIN Raden Intan Lampung, Rabu, 2/11.

Sumanto menyayangkan kondisi hal ini. Indonesia sebagai negara Muslim terbesar justru tidak mampu menciptakan sebuah iklim dinamis dan dialektis. “Muslim Indonesia terlihat bangga hanya menjadi penggembira. Padahal, jika mau berkontribusi, proses transmisi epistemologis dapat dilakukan dengan diseminasi hasil karya”, ungkap lulusan Boston University ini.

Selain itu, problem yang dihadapi oleh Islam Indonesia adalah cara untuk mengekspose ke dunia global. Dalam hal ini, Sumanto memberikan tamsil negara Turki. “Turki menyediakan dana besar untuk mempromosikan Turkis Studies. Semua orang didatangkan ke Turki untuk belajar tradisi, budaya, dan kehidupan masyarakat Turki. Hasilnya luar biasa”, demikian Sumanto mencontohkan. Karena itu, ia berharap keislaman Indonesia dapat menjadi refrensi dan barometer perkembangan pemikiran Islam di dunia karena modal dan potensinya cukup besar.