Bandar Lampung: Fakultas Syari’ah dan Hukum IAIN Raden Intan Lampung menyelenggarakan Seminar Nasional dengan mengusung tema Reengineering Akad Bisnis Syari’ah Kontemporer dalam Lembaga Keuangan Syari’ah di Indonesia pada Kamis (01/09/2016). Seminar ini diisi oleh praktisi dan akademisi dibidang Ekonomi Syariah khususnya Muamalah. Materi yang disajikan yaitu Akad Bisnis Syari’ah dalam Kajian Fiqh Mu’amalah oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Raden Intan Lampung Prof. DR. Suharto, S.H., M.A. dan Pengembangan Kekinian Akad Bisnis Syari’ah di Indonesia oleh pakar DSN MUI pusat dan Supervisor senior perbankan syari’ah OJK pusat, H. Cecep Maskanul Hakim, M.Ec.
“Indikator Akad Bisnis Syari’ah yang halal itu harus berdasarkan kesepakatan dan berdasarkan kepantasan yaitu yang ma’ruf sehingga kalau di bank syariah itu diterapkan sistem profit and loss sharing bukan bunga seperti pada bank konvensional. Selanjutnya yaitu menenangkan hati dan menenteramkan pikiran juga membawa kemaslahatan bagi bersama, sehingga yang kita harapkan akad tersebut membawa keberkahan dan memperoleh keridhoan Allah SWT lalu tercapailah tujuan untuk sehat, sejahtera, dan selamat dunia dan akhirat,” ujar Prof. Dr. Suharto, S.H., M.A.
“Problematika Mu’amalah atau Lembaga Keuangan Syari’ah dan upaya solusinya kini diantaranya kualitas SDM, SDM praktisi bisnis syariah harus mempunyai skill, pengetahuan yang luas juga berkemampuan IT di bidang yang relavan. Problem etika bisnis dengan upaya pemahamam dan pengamalan etika/moral kerja dalam berakad bisnis. Upaya pengembangan akad dan produk perbankan/lembaga keuangan syari’ah disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, kemudian upaya peningkatan kesejahteraan dan keselamatan duniawi dan ukhrawi. Lembaga Perbankan Syari’ah/Lembaga Keuangan Syariah sedang berproses menuju syariah murni,” lanjut beliau.
“Upaya pengembangan akad dan produk perbankan/lembaga keuangan syari’ah yang dimaksud adalah dengan melakukan adopsi juga inovasi akad muamalah dam produk LKS yang mungkin untuk memudahkah setiap transaksi, praktis dan sesuai dengan perkembangan zaman. Melakukan upaya rekonstuksi dan reformulasi fiqh muamalah dalam akad yang ada di LKS juga melakukan Hybrid Contract (multi akad),” jelas Prof. Dr. Suharto, S.H., M.A.
“Kita boleh saja melakukan transaksi berbasis syariah dengan orang non muslim, sebab jika tidak diperbolehkan cakupan perbankan syariah/ LKS jadi sempit padahal zaman terus berkembang. Dalam sabda rosul pun dijelaskan bahwa sepanjang transaksi itu tidak mengupayakan yang halal menjadi haram atau yang haram menjadi halal, itu diperbolehkan. Pandangan kita harus berwawasan luas, apa yang kita lakukan akam dilihat oleh Allah, Rasul dan sesama manusia jadi kita jangan salah melangkah, jangan terlalu egois menutup peluang-peluang luas yang ada di hadapan kita. Indonesia ini merupakan negeri yang mayoritas penduduknya adalah umat Muslim, hal ini merupakan peluang sekaligus tantangan dalam mengembangkan produk-produk akad syariah, banyak di antaranya belum paham bahkan menganggap produk-produk akad syariah tidak ada bedanya dengan produk di Lembaga Keuangan Konvensional bahkan sebagian ulama pun tidak mendukungnya. Hampir setiap 10 tahun kemudian persentase penduduk Muslim berkurang 5%, kita harus serius dalam mengembangkan juga menyebarluaskan produk-produk akad syariah untuk bisa memberantas kemiskinan karena ini merupakan misi islam sejak dahulu,” papar beliau. (Nur Fatmawati Anwar/Abdul Qodir Zaelani)