Tiga Peneliti Fakultas Syariah dan Hukum Adakan Seminar Penelitian

img-20161213-wa0020Bandar Lampung: Seminar Penelitian yang diadakan oleh tiga peneliti dari FSH pada Rabu kemarin, (07/12) yakni Abdul Qodir Zaelani, M.A., Badruzzaman, M.Ag., dan Yasir Fauzi, M.H. Seminar penelitian ini dihadiri oleh Drs. Nashruddin Maksum, M.Ag., selaku pembahas dan para mahasiswa FSH.

Abdul  Qodir Zaelani, M.A., mengambil judul “Inkonstitusional Bersyarat Pengelolaan Zakat (Studi Analisis Terhadap Putusan MK No. 86/PUU-X/2012”. “Yang menjadi ketertarikan saya untuk membahas ini adalah karena UU tentang zakat terus mengalami pembaruan. Yang pertama kali, setelah reformasi adanya UU Zakat pada tahun 1999. Kemudian dirubah menjadi UU No. 38 tahun 2000 dan UU No. 23 tahun 2011 adalah yang terbaru. Nah, ada yang menarik dari UU No. 23 tentang Pengelolaan Zakat ini. Dulu persoalan zakat ini bersifat tradisional yang dikelola oleh amil masjid, RT, RW dan sebagainya yang terkadang itu dipertanyakan transparansinya,” ungkap Abdul Qadir Zaelani, M.A.

Beliau melanjutkan, melihat fenomena itu, UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ada kalimat yang pertama, amil zakat harus terdaftar berbentuk badan hukum atau yayasan yang itu nantinya melapor ke BAZNAS dan BAZNAS melapor ke Menteri. Pengelolaannya Jadi terstruktur. Kedua, jika ada pengelolaan zakat yang masih bersifat tradisional kemudian tidak terdaftar sebagai Lembaga Amil Zakat, maka dapat dipidana. Hal inilah yang dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai kriminnalisasi pengelola zakat. Sementara banyak di desa-desa yang belum mengerti hukum pengelolaan zakat dan masih bersifat tradisional. Seperti di Pontianak misalnya, Lembaga Amil Zakat dipegang oleh lebay (ulama desa). Nah ini kemudian diuji materinya, konstitusional review, menguji materinya jangan-jangan ini ada upaya kriminalisasi dan tidak ada perlindungan hukum terhadap ustad-ustad, kiyai-kiyai yang mereka mengelola zakat yang tidak terdaftar,” ujarnya.

Peneliti kedua, Badruzzaman, M.Ag., mengangkat tema “Istinbath Sunnah Sebagai Sumber Hukum (Model Penelitian Sunnah Muhamamd Syahrur)”. Menurut Badruzzaman, M.Ag., pemikiran Syahrur ini menarik untuk dikaji, sebab pemikirannya berbeda dari kebanyakan ulama lainnya. “Syahrur menyatakan bahwa Sunnah Nabi tidak bisa dijadikan sebagai sumber hukum. Sumber hukum yang bisa dijadikan pedoman hanya al-Qur’an,” tuturnya. “Karena itu saya tertarik meneliti pemikiran Syahrur dilihat dari aspek epistemologi, ontologi, dan aksiologinya”, tambah Badruzzaman, M.Ag.

Peneliti ketiga, Yasir Fauzi, M.H., mengambil tema ‘Akibat Hukum Nikah Beda Agama”. Menurut Yasir Fauzi, M.H., ada konsekuensi hukum bagi mereka yang melangsungkan nikah beda agama. “Dulu Catatan Sipil bisa memberikan akta nikah bagi pasangan yang beda agama. Kalau sekarang, catatan sipil akan memberikan Akta Perkawinan kalau ada rekomendasi dari KUA setempat. Sementara KUA, tidak akan memberikan rekomendasi bagi pasangan beda agama”, ujarnya.

“banyak persoalan yang terjadi pada pasangan beda agama, bukan hanya masalah dalam mengatur rumah tangga dan membina iman keluarga dan anak-anak, tapi juga konsekuensi hukum nikah beda agama seperti masalah kewarisan dan perwalian”, jelas Yasir Fauzi, M.H. (Siti Zubaidah)

About admin

Check Also

Percepat Transformasi Digitalisasi, Mahasiswa Fakultas Syari’ah dibekali Bimtek Penulisan Artikel dan Manajemen Referensi Digital

Bandar Lampung: Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung gelar BIMTEK Penulisan Artikel dan Manajemen Referensi …

Tinggalkan Balasan