Poligami, Bentuk Kekerasan Psikis Kepada Wanita

DSC_0144Bandar Lampung: Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum IAIN Raden Intan Lampung, Dr. Siti Mahmudah, M.Ag selaku pembicara terakhir dalam acara Seminar Peran Keluarga dan Negara dalam Mencegah Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  yang dilaksanakan di Gedung Serbaguna Fakultas Syari’ah dan Hukum IAIN Raden Intan Lampung pada Kamis (2/6) menyatakan, “Salah satu tujuan diturunkannya syariat Islam pertama kalinya di kota Makkah adalah untuk membebaskan tindakaan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Prinsip hukum Islam sendiri menjunjung tinggi keadilan, kebebasan dan persamaan atau kesetaraan. Tujuannya untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, harta benda dan kehormatan manusia, sehingga jika di Indonesia yang 90% warga negaranya beragama Islam jika menerapkan hukum Islam dengan baik diharapkan kekerasan terhadap anak dan perempuan ini bisa dicegah”, tegas beliau dalam materinya yang berjudul Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak dalam Perspektif Hukum Islam.

Menurutnya, kekerasan terhadap perempuan tentu bukan hanya dari segi fisik saja tetapi dari segi psikis juga, yang menjadi persoalan dalam masalah ini adalah poligami yang dilakukan oleh suami yang tentunya menyakiti hati perempuan, tetapi dalam Islam pun masalah poligami ini diperbolehkan inilah yang menyebabkan timbulnya pertanyaan apakah poligami termasuk dalam KDRT atau tidak, “Sebenarnya saya setuju jika ada pernyataan bahwa poligami itu merupakan salah satu bentuk KDRT karena meskipun tidak menyiksa fisik tetapi sangat menyiksa batin seorang istri. Memang dasar hukum para suami melakukan poligami ini ada dalam al-Qur’an surat al-Nisa ayat 3 yang artinya …Maka nikahilah perempuan lain yang kamu senangi dua, tiga, atau empat.Tetapi hadirin sekalian, kami kaum perempuan saat ini sudah cerdas, kami tahu penggalan ayat tersebut masih ada lanjutannya lagi yaitu tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil maka nikahilah seorang saja. Menurut saya, para suami yang melakukan poligami itu hanya memahami nash tersebut masih dalam tingkatan bayani atau tekstual, tetapi jika para suami memahami nash tersebut sampai tingkatan ta’lili maupun istishlahi, saya yakin para suami tidak akan melakukan poligami. Untuk mengetahui apa itu bayani, ta’lili maupun istishlahi mari kuliah dengan saya..”, papar Dr. Siti Mahmudah, M.Ag dengan candaan dan tawanya yang khas.

Acara Seminar Peran Keluarga dan Negara dalam Mencegah Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak ini diakhiri dengan Deklarasi Penghapusan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak yang dipimpin oleh Abdul Qodir Zaelani, S.H.I., M.A selaku ketua pelaksana. (Nur Fatmawati Anwar)

About admin

Check Also

Respon Kebutuhan Dunia Kerja, Fakultas Syariah Gelar Workshop Kurikulum OBE dan MBKM

Bandar Lampung: Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung menyelenggarakan workshop penyusunan kurikulum berbasis …