Pengkaji Kitab Kuning FS UIN Raden Intan Bahas Perilaku Seorang Anak Terhadap Kedua Orang Tua

1373697705

Mata Pena: “Hal yang di takutkan dari seorang yang berilmu adalah kesombongan,” ungkap Abdul Qodir Zaelani, M. A., pada Rabu (18/04/2018) di Gedung Aula Dekanat Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung.

Abdul Qodir Zaelani, M. A., yang akrab di sapa Pak Ajay tersebut, menjelaskan bahwa, apabila ilmu telah dimiliki, maka bertindak dengan bijak adalah pilihan yang tepat. Pak Ajay juga berpendapat bahwa, kesombongan jangan sampai membuat kita menggurui orang lain dan merasa benar sendiri.

“Pada kesempatan kali ini, komunitas pengkaji kitab kuning membahas tentang bagaimana perilaku seorang anak terhadap kedua orang tuanya,” terang dosen tetap Fakultas Syariah tersebut.

Masih dalam kesempatan pengkajian kitab kuning, Pak Ajay menarasikan mengenai kefitrahan seorang manusia, bahwa setiap manusia dilahirkakan dalam keadaan fitrah, dan kedua orang tuanya yang menjadikan Yahudi, Majusi, atau Nasrani. Anak yang lahir dari rahim seorang ibu seperti kertas putih kosong, belum ada goresan tinta di atasnya. Sehingga kedua orang tua berperan dalam memberikan goresan itu. Jika seorang anak tersebut diberi goresan dengan tinta yang baik, maka ia akan baik, begitu juga sebaliknya, jika tinta goresan tersebut kurang baik, maka anak tersebut perlu di perhatikan dan dibina secara khusus agar menjadi baik.

Penjelasan Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 23, yang artinya, “ … maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada kedua orang tuamu perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Menjadi sorotan dalam penyampaian materi di kesempatan tersebut.

”Dari potongan arti ayat di atas dijelaskan bahwasanya Allah melarang kita sebagai anak untuk berkata kasar dan membentak kedua orang tua kita,” tutur Pak Ajay.

“Jikalau berkata kasar saja tidak diperbolehkan, bagaimana dengan memukul atau menganiayanya?  Sungguh sangat durhaka anak tersebut jikalau ia sampai melakukan hal itu. Apakah mereka tidak tahu siapa yang merawat dan membesarkannya? Apakah mereka tidak tahu berapa banyak biaya yang telah di keluarkan oleh kedua orang tuanya?” terang Pak Ajay yang terlihat antusias dalam berbagi ilmu.

”Ketahuilah, bahwasannya orang tua tidak akan pernah menuntut apa yang telah mereka keluarkan, yang mereka inginkan hanyalah kita sebagai anak berbakti kepada mereka, mentaati perintah mereka selama itu baik, apabila perintah itu buruk maka kita boleh menolaknya dengan cara yang sopan dan tidak menyinggung hati mereka, ” jelas Ayah beranak 2 tersebut.

Resiko bagi manusia yang meningalkan ilmu bagi Pak Ajay adalah perasaan sakit hati, dan juga mati rasa. Lebih jauh Pembina Mata pena tersebut menjelaskan bahwa sebagai manusia seharusnya senantiasa menuntut ilmu agar bermanfaat dalam mengisi kekosongan fikiran dan hati, “menuntut ilmu itu wajib,” ujar Pendiri Komunitas Mata Pena tersebut.

“Amalkanlah ilmu yang kita punya dengan sebaik-baiknya, karena ilmu tanpa pengamalan bagaikan pohon yang rindang tak berbuah. Jadilah seorang manusia dengan akhlak yang baik, bisa membanggakan kedua orang tua dan berguna bagi manusia yang lain,” pesan pria penyuka sastra tersebut. (Ela Novita Sari)

About admin

Check Also

Respon Kebutuhan Dunia Kerja, Fakultas Syariah Gelar Workshop Kurikulum OBE dan MBKM

Bandar Lampung: Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung menyelenggarakan workshop penyusunan kurikulum berbasis …