Penentuan Hilal Ada yang Berpatokan pada Ilmu Sains, Ada juga Melalui Ranah Fiqh Istishlah

IMG-20170520-WA0020

Bandar Lampung: “Penetapan awal bulan Qamariah di Indonesia, dilaksanakan dalam mekanisme sebuah sidang, yang dikenal dengan sidang isbat. Sebelum keputusan diambil, para peserta berkesempatan memaparkan hasil perhitungan mereka untuk awal bulan Qamariah tersebut. Dilanjutkan dengan mendengarkan hasil rukyatul hilal dari berbagai tempat observasi di Indonesia,” ujar Dr. Djayusman saat menyampaikan materi dalam acara Diskusi Dosen Fakultas Syariah dan Hukum di ruang rapat dekanat, Jumat (20/5/2017).

Dr. Djayusman menjelaskann juga kriteria penentuan hilal maupun awal Ramadan menurut Muhamadiyah, NU, HTI itu berbeda. Semuanya memiliki statement masing-masing, ada yang berpatokan hanya pada ilmu sains, ada juga melalui ranah fiqh istishlah. Jadi, selama belum ada kesepakatan bersama di ranah keduanya maka selalu saja ada yang lebih dulu menjalankan ibadah puasa Ramadan maupun hari raya Idul Fitri.

Ia juga menyatakan Kementerian Agama yang dulunya benama Departemen Agama telah mencoba melakukan pengklarifikasian kitab-kitab ilmu falak karya ulama Indonesia terkait dengan perhitungan awal bulan qamariah kedalam beberapa kategori sesuai dengan tingkat akurasi perhitungannya.

Dari pembahasan terkait penetapan awal bulan Qamariah di Indonesia, ditegaskan bahwa kriteria visabilitas hilal pemerintah lebih rendah daripada kriteria yang diakui para astronom. Hal ini dianggap tidak realistik, tidak sesuai dengan fakta ilmiah hasil pengamatan hilal. Dan juga tidak bisa dijadikan sebagai pedoman dalam pengamatan hilal di lapangan. Hal inilah yang menyebabkan Muhamadiyah sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia belum bersedia menggunakan kriteria tersebut, karena kriteria yang digunakan Muhamadiyah adalah Wujudul Hilal (wujudnya hilal di atas ufuk).

“Hasil menurut Muhamadiyah saat penghitungan wujudul hilal didapatkan bahwa ijmak menjelang Ramadan 1438 Hijriah pada hari Jum’at 26 Mei 2017 pukul 02.46.53 WIB yang tinggi bulan pada saat terbenam matahari di Yogyakarta 08o 22’ 59’ (hilal sudah wujud) yang akhirnya adalah bahwasanya 1 Ramadan 1438 Hijriah jatuh pada Sabtu, 27 Mei 2017 Masehi. Dengan penghitungan awal bulan Syawal didapat bahwa hari Sabtu, 24 Juni 2017 09.33.12 WIB yang akhirnya 1 Syawal 1438 Hijriah jatuh pada Ahad, 25 Juni 2017,” terang Dr. Djayusman, M.Ag.

Ia juga menyatakan terdapat banyak perbedaan penghitungan bulan Qamariah di Indonesia, yang menyebabkan sebagian kelompok masih berpegang pada fiqh istishlah dan sebagian lagi menggunakan ilmu sains yang makin maju.

“Waktu Subuh di Indonesia itu lebih cepat 10-20 menit dari waktu seharusnya. Pendapat ulama Mesir dengan fajar shadiq di Indonesia bahwa ketebalan atmosfer dari khatulistiwa dan dataran yang lebih tinggi itu berbeda, jadi itulah penyebab perbedaan fajar di Indonesia yang menyebabkan berbedanya penghitungan hilal di setiap tempat, butuh penelitian lebih lanjut untuk mensetarakan pendapat semua kalangan dan ahli untuk menentukan kesepakatan bersama mengenai penghitungan Qamariah. Kembali lagi, ketika penghitungan berlangsung tidak terkendala suhu maupun cuaca,” tambah Dr. Djayusman, M.Ag. (Thiara Fareza/Abdul Qodir Zaelani)

About admin

Check Also

PENGUMUMAN SEMESTER PENDEK 2022

Silahkan klik untuk download. Pengumuman SP 2022 FORMULIR PENDAFTARAN SP