Bandar Lampung: “Radikalisme pada umumnya terkait pada pemikiran dan ideologi. Ada kelompok radikal yang terus mengembangkan sel-sel radikalisme. Sel-sel tersebut akan melahirkan militan, pendukung dan simpatisan, melalui berbagai cara seperti komunikasi dakwah, bedah buku dan internet. Pada umunya mereka menyasar generasi muda, karena dianggap mempunyai jiwa heroisme yang lebih, dan generasi muda dianggap asset, karena memiliki semangat yang bagus untuk mengembangkan ideologi mereka,” ujar Kombespol Drs. Amran Ampulembang pada saat menjadi pembicara dalam kegiatan Workshop Peran Keluarga dan Sekolah dalam Pencegahan Radikalisme yang dilaksanakan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Intan Lampung, Senin (22/5/2017) di Gedung Serba Guna fakultas setempat
Ia juga menjelaskan radikalisme menjadi sebuah ancaman jika generasi muda tidak lagi tertarik dengan Pancasila. “Bila pelajar sudah tidak tertarik lagi dengan pancasila, perlu kita respon bersama. Faktanya, banyak pelajar yang sudah tidak lagi mengerti dan tidak terintenalisasi nasionalisme pahlawan kita yang telah mengorbankan jiwa raganya dalam pembangunan negeri ini,” tambah Kombespol Drs. Amran Ampulembang yang juga sebagai Direktur Intelkan Polda Lampung.
Padahal, menurutnya, proses radikalisme masih terus berlangsung. Proses radikalisme berlangsung melalui pra radikalisasi, identifikasi diri, doktrin dan jihadisasi. Selalu berusaha masuk ke kelompok tertentu, aktif di kegiatan masyarakat, lalu melakukan observasi, dan menyimpulkan dan dilakukan aksi proses radikalisasi. Metode terorisme bisa melalui pembunuhan, penyerangan militer/polisi, penembakan, penculikan, penyerangan, pemerasan dan pengeboman.
“Mereka terus bermetemorfosa, mengikuti kegiatan dan dinamika kegiatan pelajar dan mahasiswa, sehingga menemukan metode yang bagus dalam proses radikalisasi. Karenanya, tugas kita semua, harus banyak melakukan pembinaan pada generasi muda, agar mereka tidak masuk dalam lingkaran radikalisasi”, ujar Kombespol Drs. Amran Ampulembang. (Abdul Qodir Zaelani)