Endung

16003062_1303689659653666_5886094440154981411_n

Endung
oleh: Rizki Idsam Matura

Ibunya Andi tiap hari membuatkan bekal, rasanya enak. Tak jarang sengaja dilebihkan untuk kami. Kalau Amaknya Wati tak pernah tinggal mengantar ke sekolah, kadang pakai mobil, lebih sering pakai motor, tapi pernah juga aku melihat mereka keluar dari angkutan umum. Sedangkan Bundanya Ahmad selalu menghubungi anaknya tiap istirahat. Pernah karena sedang marahan, aku yang mengangkat telepon ibunya lalu kuubah menjadi pangggilan video supaya ibunya bisa melihat ekspresi cemberut anaknya. Ada juga Uminya Aisyah yang setiap minggu selalu mengajak kami ke rumahnya untuk menemani Aisyah bermain, karena beliau harus pergi pengajian. Lalu ada Mom-nya Grace, yang selalu menemani anaknya sekolah, bahkan di kelas. Oh iya, momnya grace adalah guru kami, gurunya grace juga hehe

Kami adalah aktor-aktor kecil yang memberikan warna untuk setiap kaca dan jendela yang terbentang di sepanjang dinding. Oh iya, karena suka kumpul dan main bareng, kami memutuskan untuk membuat geng. Namanya ANAK MAMI.

***

Ngaku deh, kalian pasti ketawa kan pas baca nama geng kami? Iya kan? Aku tau soalnya hampir semua orang yang kami beritahu nama geng ini pasti ketawa, bahkan ada yang terbahak-bahak. Bikin kesel deh.

Gini lho, kami juga sempat debat ikhwal (bahasa arab artinya tentang, Ibunya Aisyah suka ngomong kata-kata kayak gini) penamaan geng ini. Awalnya grace saranin nama gengnya super students gitu, biar keren gitu soalnya pake bahasa inggris. Tapi Andi nggak setuju, katanya nggak nasionalis (eh ini artinnya apa ya?) gitu. Kalo kata Wati sih mending pake bahasa Indonesia aja, kayak kumpulan orang rajin dan nggak banyak jajan alias kurang kerjaan. Nah, kalau ini Aisyah nggak setuju, karena geng ini banyak juga ngelakuin kegiatan kayak belajar bareng gitu. Karena semuanya pada keukeh dengan pendapatnya masing-masing, penamaan geng akhirnya di-pending sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

 Terus gimana ceritanya jadi ANAK MAMI?

***

Ini ceritanya,

Sambil makan puding buatan Uminya Aisyah, kami melanjutkan diskusi penamaan geng. Hal ini sangat urgent dilakukan mengingat sebentar lagi kami harus ujian sekolah. “Pokoknya pas liburan kita harus udah punya nama geng,” kata Ahmad tempo hari. Aku sebagai orang yang paling tua pun mengambil inisiatif untuk memulai rapat penentuan geng tersebut.

Sistemnya setiap orang boleh mengusulkan nama geng, nanti akan diundi 3 nama terbaik untuk di voting sebagai nama geng kami. Setiap peserta rapat diberi waktu 10 menit untuk memikirkan nama pilihan mereka masing-masing. Ada yang serius mikirin, ada juga yang malah dipake untuk lanjut main COC. Namanya juga anak-anak hehe

Setelah diskusi panjang, akhirnya keluarlah 3 nama untuk dijadikan nama geng. Setiap pengusul nama dipersilakan untuk mempresentasinya filosofi dibalik nama yang diusulkan.

Dimulai oleh Grace,

“Sekarang ini sudah jamannya zona bebas ASEAN. Kita nggak sekedar bersaing dengan orang-orang jawa, sunda, atau lampung. Tapi juga orang malay, tagalog, thai dan sebagainya. Untuk itu nama yang kita pakai harus merepresentasikan kita sebagai warga negara dunia. Dalam hal ini, penggunaan bahasa inggris adalah sebuah keharusan. Oleh karena itu, saya menguslkan nama super students sebagai nama geng kita. Artinya adalah siswa-siswa yang super, sesuai dengan visi geng kita yang ingin menjadikan diri kita super di bidang masing-masing. Sekian,” tutup Grace diiringi tepuk tangan meriah.

Lalu giliran Wati yang maju,

”Begini temen-temen semuanya. Kemahiran berbahasa inggris jaman sekarang memang sebuah keharusan, tapi bukan berarti meninggalkan identitas kita sebagai warga negara Indonesia. Kalau bisa, malah kita yang harus mengenalkan bahasa indonesia ke negara-negara lain. Tujuannya supaya makin banyak orang yang paham dan mempermudah kita kalau berwisata ke luar negeri tanpa harus menggunakan bahasa inggris. Dengan demikian, nama kurang kerjaan alias  kumpulan orang rajin dan nggak banyak jajan sangat pantas disematkan di geng kita. Alasannya, ini memancing ingin tahu dari anak-anak lain. Nama geng kok “kurang kerjaan”, mungkin begitu kata mereka. Nah momentum ini bisa kita gunakan untuk sosialisasi tentang arti sebenarnya dari geng kita. Ini bisa jadi kampanye terselubung yang membuat anak-anak lain respect ama geng kita,” pungkas Wati kembali diirngi tepuk tangan yang meriah.

Kemudian pengusul nama terakhir maju, aku sendiri.

“Gimana kalau ANAK MAMI?” tanyaku memulai presentasi. Seketika peserta rapat tertawa, bahkan yang sedang main COC pun sesaat meletakkan handphonenya.

“Ah itu mah kamu aja haha”.

“Itu kamu banget deh haha”.

Respon yang mereka lontarkan sesuai dengan yang aku perkiraan. Nama yang aku usulkan nggak sekadar jelek, tapi aneh dan bisa jadi bahan tertawaan selepas upacara sekolah. Aku tau banget. Tapi tentu saja aku sudah memiliki alasan dibalik nama yang aku usulkan.

“Apa yang salah dengan menjadi anak mami? Bukannya kita memang “anak mami”, nggak ada kan yang lahir dari rahim papi? Oleh karena itu, seharusnya nama anak mami bukanlah hal yang aneh dan patut dibesar-besarkan. Lagian kita masing-masing juga sangat dekat dengan mami-mami kita, bahkan mami-maminya anak lain. Kayak Uminya Aisyah, Bundanya Ahmad, Amaknya Wati, Momnya Grace, betul nggak? Selain itu, kita bisa ubah image anak mami yang kesannya manja dan nggak mandiri dengan apa yang kita lakuin sehari-hari. Kapan lagi lho kita bales budi ke mami kita? Seenggaknya dengan begini mami-mami kita tau kita bangga dengan mereka,” ujarku menutup presentasi.

Tak ada tepuk tangan. Tak ada tawa mengejek. Semuanya diam. Merenung.

Sampai akhirnya Wati, orang paling tua kedua setelahku yang merespon dengan sebuah pernyataan. “Bener juga ya, kok aku nggak kepikiran sejauh itu,” ucapnya dilanjutkan anggukan setuju dari anak-anak lain. Dan kemenangan aklamasi pun aku dapatkan.

***

Sejak saat itu, kami berjalan dengan bangga di sekeling sekolah sambil menyandang predikat geng anak mami. Benar dugaanku, awalnya anak-anak lain, bahkan guru kami tertawa mendengar nama tersebut. Tapi dengan penjelasan dan dibuktikan dengan berbagai prestasi yang kami raih, geng anak mami memiliki tempat tersendiri hati masing-masing civitas akademika. Kami pun berhasil mematahkan anggapan miring tentang “anak mami”.

Puncaknya, kami diberi surprise oleh ibu kami masing-masing saat perayaan hari anak nasional. Satu per satu mami kami datang ke kelas dengan membawa makanan dan minuman. Ada nasi putih, nasi uduk, dan nasi kuning. Dilanjut rendang, opor ayam, dan lada hitam. Lalu disusul sayuran dan buah-buhan. Tidak ketinggalan minuman yang menyegarkan. Anak-anak di kelas pun mengisi istirahat dengan piknik di kelas sambil makan dan minum. Setelah itu kelas dibubarkan karena tidak kondusif kalau dilanjutkan.

Sepertinya Ibunya Grace berperan besar dalam rencana ini, karena kelas yang dipakai adalah  saat kami seharusnya sedang diajar Ibunya Grace. Pokoknya hari itu kami benar-benar kaget dan terharu dengan kejutan yang membuat iri anak-anak lain di kelas. maaf ya teman-teman.

***

Yupz, begitulah ceritanya sampai kami memiliki nama geng ANAK MAMI.

Oh iya, last but not least, ibunya aku alias amaknya aku alias bundanya aku alias momnya aku alias uminya aku tapi kupanggil dengan sebutan endung dalam bahasa semendo adalah sosok yang selalu ngingetin untuk berbakti pada kedua orang tua, karena menurut beliau, ridho Allah bergantung pada ridho orang tuanya. Itu juga yang selalu beliau sampaikan ke teman-temanku.

Labuan Ratu, Maret 2017     

About admin

Check Also

Respon Kebutuhan Dunia Kerja, Fakultas Syariah Gelar Workshop Kurikulum OBE dan MBKM

Bandar Lampung: Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung menyelenggarakan workshop penyusunan kurikulum berbasis …