Presentasi adalah penyajian karya tulis (ilmiah) seseorang di depan forum dalam rangka mengajukan suatu ide untuk mendapatkan pemahaman/kesepakatan bersama. Bukan hanya dalam dunia bisnis, kegiatan presentasi pun sudah menjadi suatu kebiasaan dalam proses belajar mengajar di dunia kampus. Terbukti dengan adanya data 8 dari 11 dosen di IAIN Raden Intan khususnya Fakultas Syari’ah dan Hukum lebih memilih untuk mengadakan kegiatan presentasi makalah di kelas daripada harus menjelaskan sendiri materi kuliah.
Tujuan presentasi sebenarnya untuk menginformasikan kepada audiens apa yang akan disampaikan di dalam forum, juga meyakinkan audiens atas suatu topik tertentu dengan dukungan informasi, data, dan bukti-bukti yang disusun secara logis. Agar tujuan presentasi dapat terealisasi, mahasiswa harus berupaya agar penyajian makalah yang disampaikan dalam bentuk presentasi dapat membuat audiens paham atau setidaknya mengerti.
Namun pada kenyataanya, masih banyak mahasiwa yang tidak mengindahkan tujuan tersebut. Teknik presentasi yang kebanyakan mahasiswa gunakan adalah “membaca” makalah yang semakin hari semakin membudaya. Padahal jika diperhatikan, adakah mahasiswa yang tidak bosan mendengarkan temannya berpresentasi dengan membaca?, Hal tersebut juga menjadikan keadaan tidak kondusif, dan biasanya disertai dengan rasa kantuk di kelas. Bosan dan kantuk adalah point utama yang dapat menjadikan tingkat kejenuhan mahasiswa juga dosen meningkat. Biasanya para mahasiswa dapat memahami topik presentasi dengan membaca sendiri copy-an makalah yang diberikan sehingga membuat mereka aktif bertanya. Hal tersebut menjadikan pemakalah atau orang yang berpresentasi di kelas tidak memiliki peran apa-apa dengan tidak tercapainya tujuan utama presentasi.
Sebagian besar mahasiswa saat ditanya mengapa membudayakan “membaca” dalam presentasi?. Setelah ditelusuri ternyata ada beberapa alasan. Pertama, “Membaca” dalam presentasi sudah membudaya. Padahal sesungguhnya, kebiasaan buruk yang harus dijauhkan adalah latah: meniru apa yang orang lain lakukan. Mahasiswa hanya melihat kebiasaan yang ada di sekitar dan mengikuti kebiasaan tersebut. Sebagai mahasiwa yang memiliki julukan agent of change, sejatinya harus mampu berinovasi dan memiliki keterampilan dalam menemukan sudut pandang baru.
Kedua, penguasaan materi yang belum terpenuhi. Untuk dapat menyampaikan informasi kepada orang lain, mahasiswa yang berpresentasi sejatinya menguasai materi yang akan disampaikan terlebih dahulu. Kebanyakan dari mahasiswa, mereka belum menguasai betul materi yang akan disampaikan bahkan ada mahasiswa yang baru membaca materinya dalam keadaan ia sedang berpresentasi.
Ketiga, ketidaksadaran perihal tujuan utama presentasi. Tujuan dosen memberikan tugas presentasi kepada mahasiswa agar mahasiwa dapat menyampaikan informasi/topik/materi kepada mahasiswa lain supaya mereka dapat memahami isi dari penyampaiannya tersebut. Namun, kebanyakan mahasiswa acuh dan tidak mengerti akan tujuan tersebut. Bagi mereka, yang terpenting adalah mendapatkan nilai tugas dari dosen.
Keempat, tidak percaya diri saat melakukan presentasi. Padahal secara teoritis, semakin baik teknik presentasi, semakin paham audiens yang memperhatikan. Menjadi mahasiswa yang pandai berpresentasi, memang harus berlatih terlebih dahulu. Mahasiswa harus memiliki kemampuan public speaking yang baik. Bagaimana caranya?. Mahasiswa harus membangun kepercayaan diri dengan banyak membaca. Jika tidak menguasai materi pastilah tidak akan percaya diri saat tampil di depan audiens. Rasa gugup pastilah ada, namun keterampilan memanaje rasa gugup tersebut pun harus dilatih.
Melihat alasan-alasan mengapa mahasiswa menggunakan teknik “membaca” dalam presentasi, kita bisa menarik kesimpulan bahwa yang harus disosialisasikan kepada mahasiwa adalah tujuan utama presentasi serta penguasaan materi. Ketidaksadaran tersebut bisa dibangun dengan menyadarkan para mahasiswa. Bacalah lalu sampaikanlah!
Penulis | Siti Zubaidah / Mu’amalah 2014 |
Editor | Abdul Qodir Zaelani |